Reformasi Sekolah: Sekolah Dulu vs Sekolah Sekarang

Begitu banyak hal yang menarik dalam sekolah-sekolah pada masa ini. Gedung-gedung yang menarik, fasilitas sangat lengkap, sekolah bertaraf internasional, guru-guru yang diimport dari luar negeri, dan lain sebagainya. Namun ada fakta yang lebih menarik daripada itu semua. Apa itu?

Beberapa hari yang lalu, saya mendengarkan percakapan dari salah seorang dosen di kampus saya. Sesungguhnya tidak baik jika menguping pembicaraan orang tua, namun dari pembicaraan ini saya menangkap tema yang cukup menarik. Yaitu tentang judul entri saya diatas. Apa sih yang menarik? Nah, mari kita bahas.

Teman-teman, masihkan kalian ingat bagaimana masa-masa kalian sekolah pada tempo dulu?  Bagaimana pakaian saat sekolah? Tentunya kalian memakai seragam sekolah yang telah ditentukan. Jika SD memakai seragam merah putih, SMP memakai putih biru, dan SMA memakai seragam putih abu-abu.

Namun, bukan masalah seragam yang menjadi topik pembicarannya. Sekarang mari kita kilas balik tentang cara belajar di sekolah pada masa dulu. Masihkah kalian ingat ketika tidak mengerjakan PR, guru akan memarahi kalian habis-habisan atau jika tidak memarahi, ia akan memukul tangan dengan penggaris (pada masa ini adalah masa sekolah di bawah tahun 2000-an, namun di atas tahun 2000-an juga masih ada, hanya saja tidak sama seperti itu).

Cara mendidik seperti ini tentunya sangat tidak mendiidk siswa-siswanya. Namun cara-cara seperti ini ada nilai positif dan negatifnya. Positifnya adalah ketika tidak mengerjakan akan dipukul atau dimarahi, maka ini menuntut diri kita untuk mengerjakan PR dan tugas-tugas. Terkadang untuk menjadi baik itu harus dengan paksaan. Namun itu terkadang, tidak harus terlalu sering.

Hal lainnya ketika kuku panjang. Kuku panjang tentu saja tidak diperbolehkan di sekolah. Sebagai hukuman untuk siswa yang kukunya panjang, jari tangannya akan dipukul dengan menggunakan penggaris kayu yang dimiringkan. Betapa sakitnya dikala itu.

Namun, pada masa ini sungguh sangat berbeda. Saya membayangkan ketika guru memukul tangan siswa ketika tidak membuat PR, esok paginya mereka tak bisa lagi mengajar. Bisa saja guru ini sudah ada di kantor polisi dan sedang menjalani pemeriksaan akibat kekerasan yang dilakukannya,

Apakah mungkin cara mengajar seperti ini sudah dibumihanguskan dari dunia pendidikan? Mungkin memang salah jika seorang pendidik bertindak seperti itu. Namun, yang menjadi pertanyaan saya adalah apa perlu orang tua bertindak seperti itu? Saya pernah mendengar cerita dari salah seorang dosen saya. Dulu, sewaktu ia bersekolah  ia pernah dipukul oleh gurunya, dan ketika ia pulang untuk mengadu kepada ayahnya, ia malah mendapat pukulan kembali. Rasanya sakit sekali. Maka dari itu, ketika esok hari ia dipukul oleh gurunya, ia tidak akan mengadu kepada ayahnya.

Ditinjau dari cerita diatas, sangat berbeda sekali ceritanya pada masa sekarang. Apa yang menyebabkan orang tua melaporkan seorang guru akibat kekerasan yang dilakukan? Tentu karena tidak mau anaknya disakiti. Namun, kita tidak pernah tahu mengapa seorang guru sampai melakukan kekerasan dalam mendidik. Saya hanya bisa menduga bahwa anak didiknya sungguh sulit untuk diajari.

Namun dibalik itu semua, kekerasan bukanlah hal yang disarankan dalam menyelesaikan apapun, apalagi digunakan dalam mendidik anak. Kondisi psikologi anak yang masih labil dapat mempengaruhi kesehatan mentalnya. So, untuk  pendidik atau calon pendidik, jangan gunakan kekasaran jaman sekarang, takutnya anda-anda semua bisa masuk kantor polisi.

Komentar